Ranu Tompe
MALANG — Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menutup akses ke Ranu Tompe pasca-ekspedisi pencarian Ranu Tompe pada 4-13 Oktober 2013.
Bertajuk Ekspedisi Eksplorasi Ekologi Ranu Tompe, ini merupakan ekspedisi terbesar pertama sejak TNBTS berdiri pada 1982. Ekspedisi melibatkan tujuh staf TNBTS, empat mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, ketua Raptor Indonesia Malang, koordinator lapangan JICA-RECA (Japan International Cooperation Agency-Restoration of Ecosystems in Conservation Areas), saya, dan ditambah sekitar sepuluh porter.
Kepala Balai Besar TNBTS Ayu Dewi Utari mengatakan, secara geografis, Ranu Tompe terisolasi dan jauh dari akses manusia. Selama ini keberadaan Ranu Tompe hanya diketahui dari peta kawasan dan citra satelit tanpa seorang pun di Balai Besar TNBTS pernah mengunjunginya. Sedangkan lima danau lagi, terutama Ranu Pani dan Ranu Kumbolo, sudah bisa diakses manusia.
Dari peta kawasan diketahui Ranu berlokasi di wilayah kerja Resor Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Seroja, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II. Secara administratif masuk Desa Burno, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Dari ekspedisi diketahui data sementara, danau seluas 0,7 hektare dengan
kedalaman 4-5 meter ini berada di zona inti atau menjadi jantung TNBTS
dan memiliki keanekaragaman hayati atau biodiversitas yang sangat banyak
dan penting.
“Ranu Tompe menjadi zona eksklusif yang mutlak harus dilindungi dari
kegiatan apa pun oleh pihak-pihak di luar lingkup Kementerian Kehutanan.
Yang boleh ke sana harus untuk riset atau penelitian dengan izin khusus
dari kami,” kata Ayu kepada saya pada Jumat, 18 Oktober 2013.
Ayu mengaku menerima beberapa pertanyaan tentang lokasi dan wujud, serta
rute ke Ranu Tompe—saya juga menerima 4-5 pertanyaan serupa dari
aktivis pecinta alam. Dia menegaskan lagi bahwa Ranu Tompe tidak boleh
diakses masyarakat. Ranu Tompe diperlakukan berbeda dari Ranu Pani dan
Ranu Kumbolo. Dua danau yang berada di rute pendakian ke Gunung Semeru
ini sudah menjadi obyek wisata populer yang sangat gampang diakses
masyarakat.
Toni Artaka, sang koordinator ekspedisi, menambahkan, seluruh anggota tim ekspedisi dan para porter sudah
bersepakat untuk tidak memberitahu rute ke Ranu Tompe kecuali bagi
pemegang izin penelitian dari Balai Besar TNBTS. Mayoritas anggota tim
dan porter pun mengaku sudah lupa jalur ke Ranu Tompe karena saat
pulang jalur disterilkan agar susah dikenali oleh pihak-pihak yang
tidak berkepentingan.
“Kalau kami masih bisa tahu jalur ke sana karena titik koordinat sudah kami catat dengan alat GPS (global positioning system) dan sudah kami petakan,” kata Toni.
Posisi Ranu Tompe berkisar 4 kilometer dari Pos Ranu Pani, pos
pendaftaran pengunjung yang ingin mendaki Gunung Semeru. Tim diangkut
dengan mobil ke sebuah titik pemberangkatan dan harus menempuh sekitar
2,5 kilometer—sekitar 1,75 kilometer garis lurus—lagi ke lokasi tujuan.
Tim
ekspedisi butuh dua hari untuk mempelajari topografi hutan lewat peta
sebelum membuka jalur. Di hari pertama tim pendahulu gagal meneruskan
perjalanan karena menemui jalan buntu. Selanjutnya perjalanan tim
menjadi makin lama karena sering berhenti untuk membaca peta dan
menunggu rekan yang bertugas menebas tanaman untuk membuka jalan.
Ada lima lembah yang harus dilewati. Lembah kedua dari titik
keberangkatan atau lembah keempat dari titik kepulangan memiliki
kemiringan 75-80 derajat. Empat lembah lagi berlereng 40-50 derajat.
Hutan Ranu Tompe masih sangat lebat dan lestari. Komposisi flora-fauna
lengkap dan sehat.
Data sementara yang diperoleh tim ekspedisi terdiri dari 51 jenis burung, termasuk elang jawa (Nisaetus bartelsi); 60 jenis tanaman vegetasi; 46 jenis anggrek; 6 jenis mamalia, utamanya macan tutul jawa (Panthera pardus melas); 1 jenis primata; 5 jenis capung, serta 16 jenis kupu dan ngengat. Macan kumbang terlihat oleh saya pada Sabtu sore, 12 Oktober, atau sehari sebelum tim menuntaskan ekspedisi.
Menurut Toni, kompilasi data, analisis data, pembahasan dan finalisasi laporan sedang berlangsung; maksimal selesai dalam sebulan. Rencananya, hasil ekspedisi akan diekspos pada Desember mendatang di Ranu Pani dalam sebuah kegiatan konser mini orkestra dan musik akustik, serta pameran foto-foto hasil ekspedisi. ABDI PURMONO
Data sementara yang diperoleh tim ekspedisi terdiri dari 51 jenis burung, termasuk elang jawa (Nisaetus bartelsi); 60 jenis tanaman vegetasi; 46 jenis anggrek; 6 jenis mamalia, utamanya macan tutul jawa (Panthera pardus melas); 1 jenis primata; 5 jenis capung, serta 16 jenis kupu dan ngengat. Macan kumbang terlihat oleh saya pada Sabtu sore, 12 Oktober, atau sehari sebelum tim menuntaskan ekspedisi.
Menurut Toni, kompilasi data, analisis data, pembahasan dan finalisasi laporan sedang berlangsung; maksimal selesai dalam sebulan. Rencananya, hasil ekspedisi akan diekspos pada Desember mendatang di Ranu Pani dalam sebuah kegiatan konser mini orkestra dan musik akustik, serta pameran foto-foto hasil ekspedisi. ABDI PURMONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar